Kemacetan Jalan Jambi-Muaro Jambi (Tinjauan Administrasi Publik)

Oleh : H. Navarin Karim

Artikel penulis biasanya berkaitan dengan topic yang lebih luas seperti persoalan politik dan pemerintahan secara nasional maupun lokal.

Penyajian hari ini mungkin agak sempit, mudah-mudahan kajiannya agak mendalam berkaitan dengan masalah kemacetan yang sering terjadi di locus depan mata tempat penulis bekerja yaitu di Universitas Jambi Mandalo Darat (Jalan Jambi –Muara Jambi). Seloko adat mengatakan : tungau di seberang lautan masih nampak, sementara gajah di depan mata tidak nampak.

Persoalannya kelihatan sederhana, namun imbasnya dapat menjadi luas. Jadi bukan berarti persoalan kecil dibuat menjadi besar, atau sebaliknya persoalan besar dianggap kecil. Persoalan ini coba penulis kaji dari perspektif Administrasi Publik, khususnya pelayanan public.

Maaf, penulis tidak menggunakan terminology Administrasi Negara, karena dalam literasi asing tidak ditemukan istilah tersebut.

Istilah yang digunakan Public Administration, bukan “State Administration” Dilihat dari sisi pola pelaksanaan, pelayanan public memiliki berbagai kelemahan diantaranya kurang responsive, kurang informative, kurang accessible, kurang kordinasi, birokratis, kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat dan kurang efisien (inefisiensi).

Tapi Alhamdulillah “tidak kurang ajar” dengan asumsi etika pelayan publiknya (public services) masih baik.

Kurang Responsif dan Accessible

Insiden kecil kemacetan karena mobil terbalik, rusak atau kejadian kecelakaan yang seharusnya dapat diatasi dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, sehingga tidak mengakibatkan kemacetan yang terlalu panjang dan berlarut-larut seandainya segera diatasi..

Hal ini perlu kesigapan pelayan public dalam menyikapi dan menanggapi persoalan tersebut.

Bayangkan kejadian yang masih segar dalam ingatan kita ketika ada mobil yang katanya terbalik di jalan Jambi – Muara Bulian, mengakibat masyarakat kampus Universitas Jambi (UNJA) dan Universitas Islam Negeri (UIN) jadi terlambat pulang sampai ke rumah karena lamanya respon pelayan public.

Satu hari setelah kejadian tersebut, penulis kebetulan ada kegiatan penunjang untuk memenuhi Indikator Kinerja Utama (IKU) di UIN. Ketika menuju UIN terkaget melihat mobil yang bermasalah tersebut masih berada di tengah jalan, kenapa tidak ditarik dengan derek mobil.

Apakah Dinas Perhubungan tidak memilikinya atau jumlahnya sangat terbatas. Sama halnya jika terjadi kebakaran rumah akibat korsleting, rumah-rumah sudah habis terbakar baru datang mobil kebakaran.

Seharusnya di setiap kecamatan dan atau kelurahan stand by mobil kebakaran sehingga respon-nya cepat. Ini mobil yang bermasalah di jalan tadi sempat bermalam di tengah jalan raya.

Kurang Informatif dan Koordinasi

Kurang informasi bisa saja dieliminir, seandainya sudah diketahui adanya kemacetan, maka dinas Kominfo di daerah segera informasikan ke RRI Jambi , TVRI Jambi atau ke istansi yang diperkirakan banyak menggunakan kenderaan roda empat agar pengendara tidak keluar dulu dari instansinya dengan tujuan agar tidak semakin panjang antrian kemacetan sehingga memperlambat mengurai kemacetan. Selanjutnya segera informasikan kembali jika jalan sudah kondusif.

Harapan diatas tidak terjadi, penulis menduga koordinasi instansi yang terkait yang lambat, kejadian tersebut locusnya di Kabupaten Muara Jambi.

Diduga Dinas Pehubungan kabupaten Muara Jambi kemungkinan tidak punya Derek mobil, seharusnya segera koordinasi dengan Dinas Perhubungan Provinsi Jambi minta bantuan, supaya ditindak lanjuti oleh Dinas Perhubungan kota Jambi yang lebih dekat dengan kejadian dan punya fasilitas tersebut atau gunakan jasa Derek mobil swasta.

Bukankah dalam pengertian Publik Administrasi Publik, include makna kolaborasi dengan pihak swasta.

Swasta Memanfatkan Kelemahan Birokratis Public Administration

Kalau lembaga pemerintah belum memiliki Derek mobil, peluang swasta untuk membuka jasa tersebut.

Biasanya private administration lebih dulu selangkah dibanding Public administration, Hal ini karena pengadaan sarana di instansi pemerintah harus melalui Standar Operasional (SOP).

Harus sejalan mulai dari Visi, Misi, hingga Rencana tahunan atau Rencana Operasional (Renop). Belum lagi urusan ketok palu di Badan Anggaran (Banggar).

Penguatan Pengawasan Pelayanan Public

Agar terciptanya pelayanan public yang responsive, transparan, akuntabel, efisien dan efektif, peran Om kito (baca : Ombudsman) harus lebih nyata melihat kenyataan ini.

Artinya perlu ada penguatan. Ombudsman hanya ada di provinsi yaitu Ombudsman Perwakilan RI di Jambi dengan jumlah pegawai yang terbatas. Apalagi teritorial NKRI yang luas, konsekuensi Ombudsman harus ada di tingkat Kabupaten, kalau perlu kecamatan.

Ombudsman juga tidak bisa memberi sanksi (fungsi arbitrasi) ke instansi terkait, paling sebatas Konsiliasi dan mediasi dan tidak bisa melakukan arbitrasi.

Lembaga ini masih sebatas meramaikan (umbul-umbul) struktur public administration. Padahal prinsip public administration adalah efisiensi.

Terkandung makna lebih cepat, lebih ringan, lebih mudah, dan lebih dekat. Jadi supaya lebih efisien penanganan kemacetan ini wujudkan dan tingkatkan kuantititas pengadaan derek mobil oleh pihak public administration atau kolaborasi dengan private administration.

Kemungkinan mobil batubara rusak, terbalik di jalan Jambi – Muara Jambi masih bisa terjadi, sementara jalan khusus batu bara sedang dikondisikan dalam waktu yang tidak bisa diselesaikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

*) Penulis adalah dosen senior Prodi Ilmu Politik dan Pemerintahan Unja.